Harso sendiri mengaku heran terhadap alasan itu. Pasalnya tahun lalu pihaknya bisa menggelar kegiatan serupa. Begitu juga dengan CGM yang diadakan MABT yang menurutnya sudah masuk agenda nasional. “CGM ini di berbagai daerah di Indonesia dirayakan, artinya sudah menasional. Bahkan internasional lho. Saat kami mengadakan CGM tahun 2010, malahan kegiatan kita dihadiri oleh dua menteri sekaligus, Menkokesra Agung Laksono dan Mendbudpar Jero Wacik,” ujarnya.
Soal perizinan sendiri, Harso menjelaskan pihaknya sudah mengurusnya sejak jauh-jauh hari. Bahkan di tingkat sipil, dia sudah mengantongi semua izin. Kata dia; “Kami sudah mendapat rekomendasi dari kelurahan dan kecamatan setempat, termasuk rekomendasi pemerintah Kabupaten Kubu Raya. Tapi ya sudah pihak kepolisian seperti itu, kita dengan terima saja.”
Lalu kenapa tidak mencari lahan lain? “Kami sudah mencari alternatif tempat tapi belum dapat. Daripada mepet waktunya, lebih baik kita batal saja. Sementara ini kami MABT mewakili etnis Tionghoa memang masih belum memiliki pusat komunitas sendiri. Jadi terpaksa kalau ada kegiatan harus meminjam tempat lain,“ imbuh Harso.
Sementara itu, Ketua Panitia Festival CGM MABT, Thjin Djie Sen, mengaku pihaknya mengalami kerugian terutama dari segi moril. “Tentu saja kecewa, kami sudah melakukan persiapan selama enam bulan untuk ini. Kami harus meminta maaf kepada seluruh masyarakat, sponsor, donatur, dan para pengisi acara yang sudah capek latihan. Bahkan dari sisi finansial, Djie Sen menyebut uang yang sudah keluar untuk persiapan ini bisa mencapai seratusan juta rupiah.
Kata Djie Sen, seharusnya acara akan digelar selama enam hari penuh sampai tanggal 15 Februari. Acara ada tari-tarian dari beragam etnis, bahkan ada wayang kulit semalam suntuk. Tidak hanya itu, MABT juga bakal menggelar fetival sampan hias lampion. Adapula final Putra Putri Tionghoa, mewarnai, fashion show, karaoke mandarin, dan dance. Termasuk atraksi naga, barongsai, dan tatung.
“Naga kami sepanjang 40 meter sudah jadi. Tapi tidak akan dimainkan, kami akan memajangnya saja. Yang paling berat adalah tatung-tatung kami. Sudah ada 30 orang yang siap tampil. Mereka sudah mengasah peralatan dan membuat tandu. Bahkan sudah ada yang menjalankan puasa. Kami akan coba jelaskan pada mereka (pembatalan),“ sebut Hero Satria, koordinator seksi tatung. Namun, Koordinator acara Hengky Salim menyebut yang paling kecewa, adalah kawan-kawan di panitia. “Kebanyakan panitia adalah para pelajar SMA dan mahasiswa. Mereka sudah mengorbankan waktu belajarnya untuk kegiatan yang tidak jadi.“ (ars)
Sumber Pontianak Post
0 comments:
Post a Comment